|
Pandawa Lima taken from http://wayangku.wordpress.com |
Pernikahan Sang Puteri Nelayan, Setyawati dan Raja Santanu, kemudian menghasilkan keturunan dua orang putra, yang selanjutnya akan dinobatkan menjadi Putra Mahkota, yaitu Citragada dan Wicitrawirya. Waktupun berlalu, hingga Sang raja Santanu Mangkat, kemudian Citragada, Sang Kakak lah yang menggantikan posisinya, sedangkan Ksatria Bhisma tetap setia pada kerajaan, dengan menjadi penasehatnya. Tetapi masa pemerintahan Citragada di Hastinapura tidak berlangsung lama, Citragada terbunuh dalam peperangan melawan Kerajaan Gandarwa. Sedangkan saat itu, adiknya, Wicitrawirya masih terlalu muda untuk menggantikan posisi menjadi Raja.
Kekosongan penguasa Hastinapura, membuat Setyawati berfikir keras, atas keinginannya, dia meminta Bhismalah yang menjadi Raja, tetapi Bhisma menolak, “Maaf ibunda, aku sudah bersumpah padamu, aku tidak akan pernah menduduki tahta Hastinapura”.
“Lalu apakah engkau tidak memikirkan kelangsungan Kerajaan Hastinapura, wahai Bhisma?”. Tanya Setyawati. Tolonglah Bhisma, dalam keadaan tertentu, seseorang bisa saja berubah sumpahnya, jika engkau masih bersikukuh, bantu aku memikirkan bagaimana caranya melanjutkan Hastinapura.
Bhisma pun mencari cara agar Wicitrawirya segera menikah, karena tidak ingin Hastinapura hancur, tanpa penerus. Bhisma pun pergi berkelana hingga tiba di Kerajaan Kasi, dia berjuan untuk memenangkan sayembara untuk memenangkan hadiah tiga orang putri dari Kerajaan tersebut, dan ia berhasil memenangkannya. Ia melarikan ketiga Puteri cantik, yang bernama Dewi Amba, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika, untuk diberikan kepada adik tirinya, Wicitrawirya.
Hari pernikahan telah ditetapkan, tetapi Dewi Amba, putri tertua menolak, “tolong maafkan aku, Bhisma, aku tidak bisa menikah dengan adikmu, aku telah jatuh cinta pada seseorang dari Kerajaan Salwa.
Ksatria Bhisma, menerima permohonan Dewi Amba, ia bahkan memerintahkan prajuritnya unuk mengantarnya ke Kerajaan Salwa. Tetapi apa yang terjadi, Dewi Amba ditolak cintanya. Lalu dia kembali ke hadapan Bhisma, dan entah bagaimana seketika Dewi Amba jatuh cinta pada Bhisma, dia memohon Bhisma untuk menikahinya.
Engkau memang Puteri yang jelita, Amba, tapi maaf, aku tidak bisa menikahimu. Aku tidak bsa menikahi siapapun. Dan, sungguh tidak masuk akal, mengpa Puteri sejelita engkau tidak diterima di Kerajaan Salwa, cobalah sekali lagi kesana, aku jamin, kali ini, mereka pasti akan menerimamu.
Dewi Amba kembali menemui ksatria dari Salwa, dan apa yang erjadi, entah kenapa, dia pun ditolak lagi. Dewi Amba malu dan putus asa, Dewi Amba merasa hancur, dan menyalahkan Bhismalah yang enyebabkan semua nasib ini terjadi padanya. Ksatria Salwa merasa tidak pantas menikahinya karena sudah dikalahkan Bhisma saat sayembara dulu. Dan Bhisma juga lah yang menolak cintanya, ketika Dewi Amba memohonnya untuk menikahinya.
Dewi Amba mendendam, suatu saat engkau akan meminta maaf padaku, wahai Bhisma, dan Engkau akan mati di pangkuanku.
Disisi lain, Dewi Ambika dan Dewi Ambalika hidup bahagia bersama Wicitrawirya yang masih muda, tetapi tidak berlangsung lama. Tujuh tahun kemudian, Prabu Wicitrawirya pun mangkat karena sakit keras, tanpa sempat memberikan keturunan.
“Setyawati semakin kebingungan, kedua putranya telah mangkat. Sungguh Bhisma hanya tinggal engkaulah penerus Hastinapura. Dalam beberapa kondisi tertentu, seorang saudara, boleh menikahi janda-janda saudaranya. Tidakkah engaku kasihan melihat nasib Hastinapura dan kedua janda yang berparas jelita itu?”
“Wahai Ibunda, perintahkan aku apa saja, asal jangan untuk menikah.. tidak kah engkau ingat akan sumpahku padamu?” Tegas Bhisma.
“Engkau benar-benar seorang Resi Sejati, sulit dipengaruhi dan taat pada sumpah, tapi sungguh aku kehilangan akal saat ini, lupakanlah sumpahmu, nikahilah kedua puteri jelita itu, dan naiklah ke tahta Hastinapura, hanya engkau yang bisa wahai Bhisma”, keluh Setyawati.
“Ibunda tersayang, sekali suatu sumpah diucapkan, sifatnya abadi dalam diriku, pasti ada cara lain. Mari kita pikirkan bersama”, lugas Bhisma.
Setelah merenung dan berfikir keras, Setyawati mengajukan usul lain. Dengarlah ceritaku Bhisma, dan katakan pendapatmu. Engkau sudah tahu, bahwa dahulu, sudah bertahun-tahun pekerjaan ku adalah membantu orang menyeberangi sungai di hutan. Suatu saat, yang menumpangi parahuku adalah seorang Resi yang termasyhur, yaitu Resi Parasara. Saat aku mendayung, ia memandangiku dengan lembut, dan membisikan kata-kata cinta dengan mesra, yang membuatku sungguh gemetar ketakutan. Aku tahu dia bukan penumpang biasa, dan aku takut dimarahi ayahku jika melakukan hal-hal yang tidak baik, aku pun mengancamnya, jangan mendekatiku, aku sangat bau, karena ibuku seekor ikan, aku tidak pantas untukmu.
Resi Parasara hanya tersenyum, aku sungguh tahu asal usulmu, sebetulnya ayahmu adalah seorang Gandarwa, yang ketika terbang menyeberangi sungai ini, tidak sengaja meneteskan spermanya kepada seekor ikan. Dan begitulah hingga engkau dikandung ikan itu, ampai pada saat engkau lahir, engaku ditemukan pada sebuah perahu, oleh ayah angkatmu yang sekarang. Bau yang menempel pada tubuhmu, disebabkan oleh asal usulmu itu. Dan aku akan menghilangkannya dengan menggantikannya menjadi keharuman yang luar biasa.
Iya, ayahanda pernah bercerita, mulanya beliau tertarik pada keharuman yang luar biasa, yang ternyata membawanya ke hadapan ibu, saat berburu di hutan dahulu” ucap Bhisma.
Untuk membalas kebaikannya, aku menyerahkan diriku padanya. Hingga aku melahirkan seorang putra, yang diberinama Vyasa. Vyasa tumbuh bersama ayahnya, dan dia menjadi seorang pertapa dan cendekiawan. Suatu saat Vyasa sempat menemuiku, dia berkata, dia akan selalu dating, saat aku memikirkannya. Jika engkau setuju, aku akan memanggilnya, dan mmintanya untuk menikahi kedua puteri, karena bagimanapun juga dial ah putra sulungku?
Bhisma menjawab, “sungguh ibunda tahu yang terbaik, aku akan mendukung.”
Setyawati memikirkan Vyasa, dan seketika Vyasa pun muncul dihadapannya. lalu Setyawati menceritkan kesulitaan yang dihadapinya.
Vyasa setuju untuk menikahi Ambika dan Ambalika, tapi ia meminta waktu untuk menyelesaikan pertapaannya. Tidak ada waktu lagi, tegas Setyawati, harus segera anakku.
Baiklah, demi ibu, akan ku lakukan, “suruh kedua wanita itu menyiapkan diri, aku akan kembali segera”
Setyawati menyuruh menantu pertamanya, Dewi Ambika, ganti baju dan berhias. Saat Vyasa datang kepadanya, Dewi Ambika jijik melihatnya, dia menutup matanya rapat-rapat, karena melihat penampilan Vyasa yang kusut dan berbaju kotor, karena pulang bertapa.
Setelah itu Vyasa berkata pada ibunya, “seorang anak yang tampan, akan lahir dari Ambika, Ia sanggup untuk memerintah negeri ini, tetapi dia akan buta, karena Ambika selalu memejamkan matanya saat bersamaku”. Putra yang lahir buta ini kemudian diberimana Destarastra yang merupakan ayah dari bangsa Kurawa.
Kemudian Setyawati, membujuk Vyasa untuk menemui menantu keduanya, Dewi Ambalika. Kemudian tidak begitu berbeda, Setelah berhias dan berbenah diri, Dewi Ambalika pun tetap terlihat sungguh pucat dan ketakutan, saat Vyasa mendekatinya. Seketika setelahnya, Vyasa berkata kemudian pada ibunya, seorang anak tampan, berani, bijaksana dan terkemuka akan lahir untuk memerintah negeri ini, tetapi ia berkulit pucat. Putra tampan yang lahir ini dikenal sebagai Pandu Dewanata yang kelak merupakan ayah dari Pandawa.
Setyawati menginginkan keturunan yang normal, sehingga ia meminta Ambalika dan Vyasa mencobanya sekali lagi. Akan tetapi, waktu Vyasa tiba, Ambalika malah melarikan diri dan menukar dirinya dengan seorang dayang untuk menggantikannya. Dayang itu menanggapi Vyasa dengan penuh kasih, Vyasa senang sekali. Dan lahirlah Widura, yang dikenal sebagai ksatria yang normal, berani, bijaksana dan sungguh cakap dalam bertindak.
Ketiga pribadi, Destarastra, Pandu Dewanata dan Widura inilah yang kelak menjadi cikal bakalnya keturunan Pandawa dan Kurawa.